Muhamad Nicky
2010 4350 1382
Etika Bisnis Dalam Islam
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan
kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kita dan tak
lupa pula kita mengirim salam dan salawat kepada baginda Nabi Besar Muhammad
SAW yang telah membawakan kita suatu ajaran yang benar yaitu agama Islam,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Etika Bisnis Dalam
Islam” ini dengan lancar.
Makalah ini ditulis dari hasil
penyusunan data-data sekunder yang kami peroleh dari berbagai sumber yang
berkaitan dengan etika bisnis serta infomasi dari media massa yang berhubungan
dengan etika bisnis dalam islam, tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada
pengajar matakuliah Pendidikan Agama Islam II atas bimbingan dan arahan dalam
penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung
sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.
Kami harap, dengan membaca makalah
ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan
kita mengenai Etika Bisnis Dalam Islam, khususnya bagi penulis. Memang makalah
ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Jakarta,
Senin 28 Mei 2012
Penulis,
Penulis,
v
I.
PENDAHULUAN
Perbincangan tentang "etika
bisnis" di sebagian besar paradigma pemikiran pebisnis terasa kontradiksi
interminis (bertentangan dalam dirinya sendiri) atau oxymoron ; mana mungkin
ada bisnis yang bersih, bukankah setiap orang yang berani memasuki wilayah
bisnis berarti ia harus berani (paling tidak) "bertangan
kotor".
Wacana tentang nilai-nilai moral
(keagamaan) tertentu ikut berperan dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat
tertentu, telah banyak digulirkan dalam masyarakat ekonomi sejak memasauki abad
modern, sebut saja Misalnya, Max weber dalam karyanya yang terkenal, The
Religion Ethic and the Spirit Capitaism, meneliti tentang bagaimana nilai-nilai
protestan telah menjadi kekuatan pendorong bagi tumbuhnya kapitalisme di dunia
Eropa barat dan kemudian Amerika. Walaupun di kawasan Asia (terutama
Cina) justru terjadi sebaliknya sebagaimana yang ditulis Weber. Dalam karyanya
The Religion Of China: Confucianism and Taoism, Weber mengatakan bahwa etika
konfusius adalah salah satu faktor yang menghambat tumbuhnya kapitalisme
nasional yang tumbuh di China. Atau yang lebih menarik barangkali adalah Studi
Wang Gung Wu, dalam bukunya China and The Chinese Overseas, yang merupakan
revisi terbaik bagi tesisnya weber yang terakhir.
Di sisi lain dalam tingkatan praktis
tertentu, studi empiris tentang etika usaha (bisnis) itu akan banyak membawa
manfaat: yang bisa dijadikan faktor pendorong bagi tumbuhnya ekonomi, taruhlah
dalam hal ini di masyarakat Islam. Tetapi studi empiris ini bukannya sama
sekali tak bermasalah, terkadang, karena etika dalam ilmu ini mengambil posisi
netral (bertolak dalam pijakan metodologi positivistis), maka temuan hasil
setudi netral itu sepertinya kebal terhadap penilaian-penilaian etis.
Menarik untuk di soroti adalah bagaimana
dan adakah konsep Islam menawarkan etika bisnis bagi pendorong bangkitnya roda
ekonomi. Filosofi dasar yang menjadi catatan penting bagi bisnis Islami adalah
bahwa, dalam setiap gerak langkah kehidupan manusia adalah konsepi hubungan
manusia dengan mansuia, lingkungannya serta manusai dengan Tuhan (Hablum
minallah dan hablum minannas). Dengan kata lain bisnis dalam Islam tidak semata
mata merupakan manifestasi hubungan sesama manusia yang bersifat pragmatis,
akan tetapi lebih jauh adalah manifestasi dari ibadah secara total kepada sang
Pencipta.
II. PEMBAHASAN
A.
Pengertian Bisnis Pada Umum-Nya
Bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa
kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis
kata bisnis dari bahasa Inggrisbusiness, dari kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks
individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan
aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki
oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan
kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan
imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun
tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif
yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi
pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis
seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan
dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.
Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang
atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan.
Kata “bisnis” sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya — penggunaan
singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis
(hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan.
Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya
“bisnis pertelevisian.” Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh
aktivitas yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa. Meskipun
demikian, definisi “bisnis” yang tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga
saat ini
Jenis-jenis Bisnis
1.Monopsoni
Monopsoni, adalah keadaan dimana satu pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
Monopsoni, adalah keadaan dimana satu pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
2. Monopoli (dari bahasa Yunani: monos,
satu + polein, menjual)
adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar.
Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai
“monopolis”.
3. Oligopoli adalah
adalah pasar di mana penawaran satu jenis barang dikuasai oleh beberapa
perusahaan. Umumnya jumlah perusahaan lebih dari dua tetapi kurang dari
sepuluh.
4. Oligopsoni, adalah
keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau
menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
B.
Pengertian Bisnis Dalam Islam
Dalam
Islam bisnis dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai
bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya
(barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan
pendayagunaan hartanya (ada aturan
halal dan haram).
Pengertian
di atas dapat dijelaskan bahwa Islam mewajibkan setiap muslim, khususnya yang
memiliki tanggungan untuk bekerja. Bekerja merupakan salah satu sebab pokok
yang memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan. Untuk memungkinkan manusia
berusaha mencari nafkah, Allah Swt melapangkan bumi serta menyediakan berbagai
fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk mencari rizki. ”Dialah yang
menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala
penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki Nya...”. 23 QS.
Al-Mulk (67): 15 ”Sesungguhnya kami telah menempatkan kamu sekalian di bumi dan kami
adakan bagimu di muka bumi itu (sumber-sumber) penghidupan...”24 QS.
Al-A’raf (7): 10,
Bisnis dalam Al-Qur’an
Ada
beberapa terma dalam al-Qur’an yang berkaitan dengan konsep bisnis. Diantaranya
adalah kata : al Tijarah, al-bai’u,
tadayantum, dan isytara.
Terma tijarah, berawal
dari kata dasar t-j-r, tajara, tajran wa tijaratan, yang bermakna
berdagang, berniaga. At-tijaratun walmutjar; perdagangan atau
perniagaan, attijariyyu wal mutjariyyu; yang berarti mengenai
perdagangan atau perniagaan.
Dalam
al-Qur’an terma tijarah ditemui sebanyak delapan kali dan tijaratuhum
sebanyak satu kali. Bentuk tijarah terdapat dalam surat al-Baqarah
(2): 282, an-Nisa (4): 29, at-Taubah (9): 24, an-Nur (24): 37, Fatir (35): 29,
as-Shaff (61): 10, pada surat al-Jum’ah (62): 11 (disebut dua kali). Adapun Tijaratuhum
pada surat al-Baqarah (2): 16.
Dalam
penggunaan kata tijarah pada ayat-ayat di atas terdapat dua macam
pemahaman. Pertama, dipahami dengan perdagangan yaitu pada surat
al-Baqarah (2): 282. Kedua, dipahami dengan perniagaan dalam pengertian
umum. Hal ini menarik dalam pengertian-pengertian ini,
dihubungkan
dengan konteksnya masing-masing adalah pengertian perniagaan tidak hanya
berhubungan dengan hal-hal yang bersifat material atau kuantitas, tetapi
perniagaan juga ditujukan kepada hal yang bersifat immaterial kualitatif. Al-Qur’an
menjelaskan:
Katakanlah jika Bapak-bapak, anak-anak,
saudara-saudara,
istri-istri kaum keluargamu, harta
kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu
khawatirkan kerugiannya dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu
sukai adalah lebih
kamu cintai dari pada Allah dan
Rasul-Nya dan dari berjihad di
jalan Allah maka tungguhlah sampai Allah
mendatangkan
keputusannya. Dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orangorang
fasiq.
Wahai orang-orang yang beriman sukakah
kamu aku tunjukkan
suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan
kamu dari azab
yang pedih? Yaitu kamu beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya
dan berjihad di jalan Allah dengan harta
dan jiwamu. Itulah
yang labih baik bagi kamu jika kamu
mengetahuinya.
Dari
pemahaman di atas dapat diambil pemaknaan bahwa prilaku bisnis bukan semata
mata perbuatan dalam hubungan kemanusiaan semata tetapi mempunyai sifat
Ilahiyah. Adanya sikap kerelaan diantara yang berkepentingan, dan dilakukan
dengan keterbukaan merupakan ciri-ciri dan sifat-sifat keharusan dalam bisnis.
Jika ciri-ciri dan sifat-sifat di atas tidak ada, maka bisnis yang dilakukan
tidak akan mendapat keuntungan dan manfaat. Ayat-ayat di atas jelas
memperlihatkan hakikat bisnis yang bukan semata-mata material, tetapi
juga immaterial.
Adapun
terma bai’ dari kata ba’a,
terdapat dalam al-Qur’an dalam berbagai variasinya. Baya’tum, yubayi’naka,
yubayi’una, yubayi’unaka, fabayi’hunna, tabaya’tum, bai/, bibai’ikum,
biya’un. Dari kata-kata tersebut yang paling banyak digunakan adalah kata bai’,
yaitu sebanyak
enam kali dan yubayi’unaka
sebanyak dua kali. Adapun kata-kata lainnya masing-masing disebutkan satu
kali.
Al-bai’u
berarti
menjual, lawan dari isytara32 atau memberikan
sesuatu yang berharga dan mengambil dari padanya suatu harga dan keuntungannya.
Terma bai’un dalam al-Qur’an digunakan dalam dua pengertian: Pertama,
jual beli dalam konteks tidak ada jual beli pada hari
qiamat, karena
itu al-Qur’an menyeru agar membelanjakan, mendayagunakan dan mengembangkan
harta benda berada dalam proses yang tidak bertentangan dengan keimanan dan
bertujuan untuk mencari keuntungan yang dapat menjadi bekal pada hari kiamat. 33 Kedua,
al-bai’u
dalam pengertian jual beli yang halal, dan larangan untuk memperoleh atau
mengembangkan harta benda dengan jalan riba.
Kemudian
al-Qur’an menggunakan terma Isytara.
Kata isytara dengan berbagai ragamnya sebanyak dua puluh lima kali.
Dalam bentuk isytara disebut satu kali, isytaru tujuh kali, yasytarun
lima kali, tasytaru dua kali, dan syarau, syarauhu, yasyruna,
yasyri, yasytari,yasytaru masing-masing satu kali.
Secara
umum kata isytara dan berbagai ragamnya lebih banyak mengandung makna
transaksi antara manusia dengan Allah atau transaksi sesama manusia yang
dilakukan karena dan untuk Allah, atau juga transaksi dengan tujuan keuntungan
manusia walaupun dengan menjual ayat-ayat Allah.
Selain
itu al-Qur’an juga menggunakan terma tadayantum yang disebutkan satu
kali yaitu pada surat al-Baqarah (2): 282. Ayat inidigunakan dalam pengertian
muamalah yakni jual beli, utang piutang, sewa menyewa dan lain sebagainya yang
jika dilakukan tidak secara tunai hendaknya pencatatan dengan benar.
Selain
itu al-Qur’an juga menggunakan terma tadayantum yang disebutkan satu
kali yaitu pada surat al-Baqarah (2): 282. Ayat ini digunakan dalam pengertian
muamalah yakni jual beli, utang piutang, sewa menyewa dan lain sebagainya yang
jika dilakukan tidak secara tunai hendaknya pencatatan dengan benar.
Orientasi Bisnis dalam Islam
Bisnis
dalam Islam bertujuan untuk mencapai empat hal utama: (1) target hasil:
profit-materi dan benefit-nonmateri, (2) pertumbuhan, (3) keberlangsungan, (4)
keberkahan.
Target
hasil: profit-materi dan benefit-nonmateri, artinya bahwa
bisnis tidak hanya untuk mencari profit (qimah madiyah atau nilai
materi) setinggi-tingginya, tetapi juga harus dapat memperoleh dan memberikan
benefit (keuntungan atau manfaat) nonmateri kepada internal organisasi
perusahaan dan eksternal (lingkungan), seperti terciptanya suasana
persaudaraan, kepedulian sosial dan sebagainya.
Benefit,
yang
dimaksudkan tidaklah semata memberikan manfaat kebendaan, tetapi juga dapat
bersifat nonmateri. Islam memandang bahwa tujuan suatu amal perbuatan tidak
hanya berorientasi pada qimah madiyah. Masih ada tiga orientasi
lainnya, yakni qimah insaniyah, qimah khuluqiyah, dan qimah
ruhiyah. Dengan qimah insaniyah, berarti pengelola berusaha
memberikan manfaat yang bersifat kemanusiaan melalui kesempatan kerja, bantuan
sosial (sedekah), dan bantuan lainnya. Qimah khuluqiyah, mengandung
pengertian bahwa nilai-nilai akhlak mulian menjadi suatu kemestian yang harus
muncul dalam setiap aktivitas bisnis sehingga tercipta hubungan persaudaraan
yang Islami, bukan sekedar hubungan fungsional atau profesional. Sementara itu qimah
ruhiyah berarti aktivitas dijadikan sebagai media untuk mendekatkan diri
kepada Allah Swt.
Pertumbuhan,
jika
profit materi dan profit non materi telah diraih, perusahaan harus berupaya
menjaga pertumbuhan agar selalu meningkat. Upaya peningkatan ini juga harus
selalu dalam koridor syariah, bukan menghalalkan segala cara.
Keberlangsungan,
target
yang telah dicapai dengan pertumbuhan setiap tahunnya harus dijaga
keberlangsungannya agar perusahaan dapat exis dalam kurun waktu yang
lama.
Keberkahan,
semua
tujuan yang telah tercapai tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada keberkahan
di dalamnya. Maka bisnis Islam menempatkan berkah sebagai tujuan inti, karena
ia merupakan bentuk dari diterimanya segala aktivitas manusia. Keberkahan ini
menjadi bukti bahwa bisnis yang dilakukan oleh pengusaha muslim telah mendapat ridla
dari Allah Swt., dan bernilai ibadah.
C.
Etika Dalam Produksi & Konsumsi
Etika produksi dalam islam
Parameter kepuasan islam bukan
hanya terbatas pada aspek material lahiriyah atau harta benda konkrit
keduniawan tapi juga tergantung pada sesuatu yang bersifat abstrak, jiwa dan
spiritual, seperti iman, dan amal shaleh yang dilakukan manusia. Atau dengan
kata lain, bahwa kepuasan dapat timbul dan dirasakan oleh seorang manusia
muslim ketika harapan mendapat pahala dari Allah SWT atau mendapat ridho Allah
SWT.
Pandangan ini tersirat dari
bahasan ekonomi yang dilakukan oleh Hasan Al Banna. Beliau mengutip firman
Allah SWT yang mengatakan: “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah SWT
telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi
dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan bathin.” (QS. Lukman: 20)
Semua sumberdaya yang terdapat
di langit dan di bumi disediakan Allah SWT untuk kebutuhan manusia, agar
manusia dapat menikmatinya secara sempurna, lahir dan batin, material dan
spiritual. Apa yang diungkapkan oleh Hasan Al Banna ini semakin menegaskan
bahwa ruang lingkup keilmuan ekonomi islam lebih luas dibandingkan dengan
ekonomi konvensional. Ekonomi islam bukan hanya berbicara tentang pemuasan
materi yang bersifat fisik, tapi juga berbicara cukup luas tentang pemuasan
materi yang bersifat abstrak, pemuasan yang lebih berkaitan dengan posisi
manusia sebagai hamba Allah SWT.
Al-Qur’an juga telah memberikan
tuntunan visi bisnis yang jelas yaitu visi bisnis masa depan yang bukan
semata-mata mencari keuntungan sesaat tetapi “merugikan”, melainkan mencari
keuntungan yang secara hakikat baik dan berakibat baik pula bagi kesudahannya
(pengaruhnya). Salah satu aktifitas bisnis dalam hidup ini adalah adanya
aktifitas produksi.
Konsep konsumsi berlebih-lebihan, yang merupakan ciri khas
masyarakat yang tidak mengenal Tuhan, dikutuk dalam Islam dan disebut dengan
istilah israf (pemborosan) atau tabzir (menghambur-hamburkan uang/harta tanpa
guna). Menurut islam, anugerah-anugerah Allah SWT itu milik semua manusia dan
suasana yang menyebabkan sebagian diantara anugerah-anugerah itu berada di
tangan orang-orang tertentu tidak berarti bahwa mereka dapat memanfaatkan
anugerah-anugerah itu untuk mereka sendiri.
Sedangkan orang lain tidak memiliki bagiannya sehingga banyak
diantara anugerah-anugerah yang diberikan Allah SWT kepada umat manusia itu
masih berhak mereka miliki walaupun mereka tidak memperolehnya. Dalam Al-Qur’an
Allah SWT mengutuk dan membatalkan argumen yang dikemukakan oleh orang kaya
yang kikir karena ketidaksediaan mereka memberikan bagian atau miliknya ini,
bila dikatakan kepada mereka, “Belanjakanlah sebagian rizqi Allah SWT yang
diberikan-Nya kepadamu,” orang-orang kafir itu berkata, “Apakah kami harus
memberi makan orang-orang yang jika Allah menghendaki akan diberi-Nya makan?
Sebenarnya kamu benar-benar tersesat”.
Selain itu, perbuatan untuk memanfaatkan atau mengkonsumsi
barang-barang yang baik itu sendiri dianggap sebagai kebaikan dalam islam, karena
kenikmatan yang dicipta Allah SWT untuk manusia adalah ketaatan kepada-Nya.
D.
Etika Dalam Sirkulasi & Distribusi
Etika Sirkulasi Dalam Islam
Sirkulasi adalah kumpulan perjanjian
dan proses yang diporosnya manusia menjalankan aktivitas. Sirkulasi juga dapat
dikatakan pendayagunaan barang dan jasa lewat kegiatan jual beli dan simpan
pinjam melalui agen, koperasi dan lain-lain, baik sebagai sarana perdagangan
ataupun tukar menukar barang. Islam tidak menganut pasar bebas ataupun
monopoli. Islam selalu berpegang dpada kebebasan dalam tatanan muamalah,
termasuk dalam aktivitas pasar. Manusia bebas membeli, menjual serta tukar
menukar barang dan jasa, mereka menawarkan dan menjual barang miliknya dan
membeli kebutuhannya.
Islam tidak membenarkan manipulasi
timbangan, mengurangi berat bersih (netto), menetapkan harga lebih tinggi,m
menutupi catatan barang, memuji kualitas barang dan sebagainya.
Islam menganut prinsip kebebasan terikat,
kebebasan berdasarkan keadilan, undang-undang agama dan etika. Dalam
perdagangan islam sirkulasi terdapat norma, etika agama dan perikemanusiaan
yang menjadi landasan pokok bagi pasar islam yang bersih.
Ada beberapa norma islam dalam
sirkulasi, diantaranya adalah:
1. Melarang perdagangan barang-barang haram;
2. Bersikap benar, amanah dan jujur;
3. Menegakkan keadilan dan mengharamkan bunga;
4. Menerapkan kasih sayang dan mengharamkan monopoli;
5. Menegakkan toleransi dan persaudaraan;
6. Berpegang pada prinsip bahwa perdagangan adalah bekal menuju
akhirat.
Etika Distribusi Dalam Islam
Pasca produksi, kegiatan ekonomi terpusat pada distribusi
dengan berfokus pada uang atau harga. Dalam ekonomi sosialitas produksi tunduk
pada Negara dan sumber produksi milik Negara. Distribusi barang ditetapkan oleh
keputusan siding Negara, negaralah yang menyusun strategi produksi rakyat,
menentukan garis besar distribusi, termasuk penetapan upah, gaji, bunga, laba
dan para manajer diatur oleh pemerintah. Dalam ekonomi kapitalis monopoli
pemodal, sehingga ada Negara dalam Negara, tak seorang pun dapat mengatasi
jenis dan jumlah produksi, dan laba yang diperoleh, pemodal yang berhak
menentukan jumlah produksi dan besarnya keuntungan.
Ekonomi islam bebas dari tindakan kapitalis dan sosialis,
islam memfokuskan pada distribusi sebelum di produksi, siapa yang memilikinya,
dengan cara bagaimana produk di distribusikan dan apa saja kewajibannya. Islam
memberikan gaji secara adil, menolak segala bentuk riba. Distribusi ekonomi
islam berdiri di atas sendi kebebasan dan keadilan.
III.
PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami susun,
mungkin masih banyak kekurangan di dalammya, untuk itu Saran dan Kritik yang
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah yang akan datang.
Mohon maaf apabila ada kekurangan atau kesalahan. Semoga makalah ini bermanfaat
untuk kita semua, amin. Wassalammualaikum wr.wb
Kesimpulan
Etika bisnis dalam islam merupakan
studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini
berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan,
institusi, dan perilaku bisnis.
Etika bisnis dalam islam merupakan
studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan
organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan
barang dan jasa yang diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam
organisasi.
0 comments:
Post a Comment
Comment-Comment Dong